Selasa, 09 November 2010

Rukun Islam

… Rukun Islam …

Saat kami berada dalam rahim Ibu, kami bersumpah, bahwa Engkaulah Tuhan kami
Kini kami hidup didunia, kami penuhi janji kami kepada-Mu dulu.
Engkau wajibkan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Mu
Kami penuhi…., Kami menjadi saksi bahwa Muhammad adalah utusan-Mu

Engkau syariatkan sholat minimal 5 kali sehari semalam
Kami penuhi seruan-Mu Ya Allah…
Kami tegakkan sholat dirumah-Mu, 5 kali sehari semalam, sebagai bukti pengabdian kami kepada-Mu

Engkau perintahkan berpuasa di bulan Ramadhan
Kami dengar dan kami patuhi Ya Allah
Haus dan lapar ditengah semua aktivitas, demi ridho-MU

Lalu Engkau suruh kami mengeluarkan sebahagian rezeki yang telah Engkau berikan sebagai zakat dan shodaqoh..
Ikhlas kami berikan sebagai rasa tunduk dan patuh kepada-Mu..
Sebagai rasa berbagi untuk mereka yang membutuhkan

Kini..
Engkau wajibkan kami berhaji..
Berkunjung ke rumah-Mu di baitullah…
Amat jauh negri itu bagi kami
Maka dekatkan..
Amat banyak pengorbanan yang harus dikeluarkan
Maka mudahkan…

Sungguh kami belum mampu menunaikannya Ya Allah,
Maka kirimkanlah undangan-Mu itu kerumah-rumah kami
Ajak serta pula istri dan anak-anak kami…
Beri keluasan waktu dan rezeki

Jika Engkau berkenan,
Jangan atas biaya dinas Ya Allah
Jangan uang hasil sumbangan
Jangan pula karena hadiah menang undian

Tidak ada perkara yang sulit bagi-Mu
Maka beri kami kesempatan menyempurnakan Rukun Islam ini.

… Hanya Allah Yang Maha Benar …

Senin, 08 November 2010

Kelirumologi Vs Tauhidologi

… Kelirumologi Vs Tauhidologi …
Jenazah Mbah Maridjan ditemukan dalam kondisi mengenakan batik kuning dan bersujud di atas sajadahnya di dalam kamar. Mbah Maridjan orang asli kaki Merapi, Lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, 83 tahun lalu. Mbah Maridjan ditunjuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai juru kunci Gunung Merapi sejak 1982.
Itulah paragraf pembuka artikel yang ditulis oleh Bpk. Jaya Suprana dalam kolom kelirumologi di harian Seputar Indonesia 7 Nov 2010. Beliau kemudian melanjutkan dengan analisis positif dan negativ kematian Mbah Maridjan dilihat dari kacamata logika dan budaya, khususnya Jawa.
Karena terletak di paragraph awal, maka kesan Khusnul Khotimah atau akhir hidup yang baik sangat kental terasa. Tulisan tersebut sebenarnya melengkapi tulisan sejenis dibeberapa media, diskusi-diskusi didunia maya, bahkan hingga talkshow di stasiun televisi.
Hakikatnya, hanya Allah yang tahu apakah seseorang itu mengakhiri hidupnya dengan akhir yang baik atau sebaliknya. Namun tentu saja kita diberikan tanda-tanda untuk mengidentifikasinya.
Akhir hidup yang baik adalah buah dari usaha panjang. Maka salah satu indikator penting keadaan seseorang saat ajal menjelang adalah bagaimana ybs menjalani hidup. Apakah selama hidupnya sejalan dengan nilai-nilai tauhid atau bahkan berseberangan.  Apakah orang tersebut memurnikan keimanannya hanya kepada Allah ataukah ia menyandarkannya kepada sesuatu selain Allah.
Maka demi Allah, orang-orang yang percaya pada benda yang dapat mendatangkan kekuatan, seperti keris, batu dll dan melakoni ritual-ritual yang tidak ada dalam syariat agama, tidak akan pernah mendapatkan khusnul khotimah. Dan mereka yang sepanjang hidupnya berusaha memurnikan keimanan, menjalankan perintah agama, insyaAllah berpeluang untuk mengakhiri catatan hidupnya dengan manis.
Berbeda dengan Jaya Suprana yang pada akhir tulisannya mengatakan tidak ingin melibatkan diri ke dalam kemelut polemik mengenai Mbah Marijan, saya justru ingin menegaskan, “bukanlah terlalu masalah apa yang menimpa selama tauhid kita benar, dan bukankah seorang Muslim itu jika ditimpa musibah maka ia mengatakan, sesungguhnya kami ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya”
Semoga bencana-bencana yang datang semakin memurnikan keimanan kita kepada Allah, memyatukan bangsa ini untuk saling tolong menolong dan menyadarkan kita semua untuk terus menerus memperbaiki diri sebagai bekal untuk kehidupan yang abadi.
… Hanya Allah Yang Maha Benar …