… Tak Perlu Malu – Tak Perlu Takut …
Menyaksikan dua orang ini mengingatkan saya akan perbincangan Umar Ibn khattab dengan Rasul saw. Seperti yang pernah diceritakan seorang Ustadz beberapa waktu lalu. Dua orang yang paling saya kagum itu tengah berbincang tentang fase dakwah.
Saat itu Umar bertanya kepada Rasul saw: “Ya Rasul saw, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kebathilan ?”.
“Benar…” Jawab Rasul saw.
“Bukankan jika kita mati memperjuangkan agama ini maka kita akan masuk surga dan mereka akan masuk ke dalam neraka…??”.
“Benar” Kata Rasul saw. “Lalu mengapa kita takut mendakwahkan agama ini kepada mereka, mengapa kita sembunyi-sembunyi..??” Umar ingin dakwah ini dilaksanakan secara terang-terangan, tidak sembunyi-sembunyi. Tidak takut-takut.
Maka sejak itu dakwah berubah dari fase sembunyi-sembunyi ke terang-terangan.
Maka saya memberanikan diri menyapa dua orang berkepala plontos dan berpakaian gombrong-gombrog, berwarna merah kecoklatan, yang kemudian saya tahu bahwa mereka beragama Budha.
“Darimana mau kemana Pak…?.”
“Palembang ke Jakarta Pak.” Jawabnya singkat.
“Maaf Pak, boleh kita ngobrol-ngobrol…? saya tertarik dengan pakaian Bapak berdua..” Dengan bahasa tubuh seolah-olah ingin tahu saya memulai pembicaraan…
”Oh boleh…, kenapa…?”
“Pakaian apa ini Pak…??” sambil menunjuk sopan kepakaian yang mereka kenakan.
“Oh… ini pakaian Biksu”
“Apakah Biksu berarti Ustadz dalam agama Islam…?”
“ Ya” jawab mereka.
“Kalau boleh…, saya ingin ngobrol-ngobrol soal agama Bundha..??”
“Boleh, anda bisa bertanya apa saja..” jawabnya kali ini.
Saya muslim, orang tua saya muslim dan anak-anak saya juga muslim. Namun saya tertarik dalam bidang perbandingan agama. Penjelasan ini saya berikan agar mereka jelas ada diposisi mana saya berdiri. (Biar fair… J)
“Apa perbedaan Biksu dan umat biasa..??”
“Tidak boleh menikah….”
Kening saya langsung berkerut… berat sekali cobaan bapak ini… (bayangin, nggak boleh nikah… ???)
“Apalagi Pak…?.”
“Tidak ada yang lain, semua sama”.
Saya mencoba mengalihkan pertanyaan kepada biksu yang lebih muda,
“Boleh saya tahu berapa umur anda…??”
“Dua puluhan lah…” jawabnya sambil senyum. Entah nggak mau terbuka apa emang bener-bener lupa nih biksu.
Kapan tepatnya Bapak memutuskan untuk menjadi seorang Biksu…?? Lagi-lagi jawabannya dua puluhan… (kayanya nggak yakin nih Biksu…??)
“Apa yang membuat anda memutuskan menjadi seorang biksu…??
Dia senyum, berfikir agak lama dan menjawab “Waduh apa yah… nggak tau deh…” sambil lirik-lirikan sama biksu seniornya (minta jawaban kali ya… J)
Saya masih mau bertanya soal kosep Ketuhanan, saya masih ingin bertanya soal kitab sucinya, Saya juga berkeinginan untuk bercerita tentang menikah dalam agama Islam dll, namun sayang sekali, panggilan terakhir pesawat yang mereka tumpangi sudah terdengar…
“Boleh saya minta alamat e-mailnya Pak…??” mereka menggelang dan mengatakan tidak punya. Dan kamipun berpisah.
Hidayah Allah yang punya, hasil bukanlah murni urusan kita, namun pertanyaannya adalah…?? Bukankah kita seorang Muslim…?? bukankah kita berkewajiban mengenalkan Allah swt kepada siapa saja yang belum mengenalnya… lalu kenapa malu…?? mengapa takut… ?
Lain waktu, jika saya bertemu biksu, pendeta, biarawati atau yg lainnya dibandara… maka saya akan mengajaknya berbincang soal keyakinan.
Saya kembali terbayang biksu muda berumur dua puluhan… nggak boleh nikah…??? kasihan sekali orang itu…&*^)_)*&*_
… Hanya Allah Yang Maha Benar …